Stigma yang berkembang di masyarakat dan penolakan terhadap orang dengan
Skizofrenia dan gangguan mental lainnya, justru menjadi penghalang dalam proses
pemulihan, integrasi di dalam masyarakat, dan peningkatan kualitas hidup klien
gangguan jiwa.
Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang
mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi
dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna, serta
dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi sebagai
manusia (UU Kesehatan Jiwa No.18, 2014).
Gangguan jiwa dengan jumlah paling banyak yang dialami oleh penduduk di
dunia adalah Skizofrenia. Data yang didapatkan dari WHO (2015)
menunjukkan jumlah orang yang mengalami skizofrenia di seluruh dunia adalah 7
dari 1000 penduduk di dunia yaitu sekitar 21 juta orang. Sedangkan di Indonesia
hasil RISKESDAS, jumlah ODGJ sebesar 1-2 dari 1000 penduduk. Skizofrenia
berpengaruh pada kualitas hidup, dan produktifitas pada orang yang
mengalaminya. Apabila dikalkulasi, jumlah ODGJ di Indonesia pada usia dewasa,
diperkirakan 2,5 juta penduduk di Indonesia mengalami gangguan jiwa. Angka
tersebut cukup besar. Terkait dengan produktifitas, apabila rata-rata UMR di
Indonesia 1,2 juta, dalam satu tahun dari segi produktifitas berarti mengalami
kerugian ekonomis sebesar 3T dalam setahun. Selain produktifitas diri sendiri,
juga berdampak pada produktifitas care giver.
Ada beberapa tanda gejala pada klien skizofrenia, salah satu
tanda gejala pada klien skizofrenia adalah perilaku kekerasan. Angka perilaku
kekerasan cukup tinggi pada klien skizofrenia, penelitian yang dilakukan oleh
Swanson pada tahun 2006 menunjukkan bahwa perilaku kekerasan yang dilakukan
oleh klien skizofrenia adalah 19,1%, angka tersebut lebih rendah dibandingkan
dengan angka perilaku kekerasan yang dilakukan oleh populasi pada umumnya di
masyarakat.
Angka perilaku kekerasan yang dilakukan oleh klien skizofrenia dari penelitian yang dilakukan oleh Bowers tahun 2011 menunjukkan adanya perbedaan dari tiap-tiap negara. Angka perilaku kekerasan yang dilakukan oleh klien skizofrenia di Australia 36,85%, Kanada 32,61%, Jerman 16,06%, Italia 20,28%, Belanda 24,99%, Norwegia 22,37%, Kanada 32,61%, Swedia 42,90%, Amerika Serikat 31,92% dan Inggris 41,73%. Studi dilakukan di berbagai setting mulai dari unit akut, unit forensic dan pada bangsal dengan tipe yang berbeda-beda. Penelitian dilakukan dengan jumlah total 69.249 klien dengan rata-rata sampel 581,9 klien.
Hasil Dari Kemarahan Ekstrem
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk kemarahan. Perilaku kekerasan
biasanya untuk menutupi kekurangan percaya diri. Perilaku kekerasan dapat
dilakukan secara verbal maupun nonverbal atau fisik. Orang dengan perilaku
kekerasan mengabaikan hak orang lain. Perilaku kekerasan adalah hasil dari
kemarahan yang ekstrem atau sebagai kompensasi dari ketakutan yang berlebihan.
Perilaku kekerasan dalam bentuk verbal misalnya mengancam, sedangkan perilaku
non verbal dilakukan dengan menyerang orang lain, memukul, menendang atau
merusak lingkungan. Perilaku kekerasan dilakukan karena ketidakmampuan dalam
melakukan koping terhadap stres, ketidakpahaman terhadap situasi sosial, tidak
mampu untuk mengidentifikasi stimulus yang dihadapi, dan tidak mampu mengontrol
dorongan untuk melakukan perilaku kekerasan.
Dampak dari perilaku kekerasan yang muncul pada Skizofrenia dapat mencederai
atau bahkan menimbulkan kematian, pada akhirnya dapat mempengaruhi stigma pada
klien Skizofrenia. Masyarakat menganggap bahwa orang yang mengalami skizofrenia
identik dengan perilaku kekerasan. Masyarakat juga menganggap bahwa klien
gangguan jiwa berbahaya sehingga tidak mau mendekati klien gangguan jiwa yang
pernah melakukan tindakan perilaku kekerasan. Stigma yang berkembang di
masyarakat dan penolakan terhadap orang dengan Skizofrenia dan gangguan mental
lainnya justru menjadi penghalang dalam proses pemulihan, integrasi di dalam
masyarakat, dan peningkatan kualitas hidup klien gangguan jiwa. Sehingga klien
skizofrenia menjadi golongan yang helpless.
Pemberian Psikofarmaka, Psikoterapi dan Modifikasi Lingkungan
Berbagai
upaya telah dilakukan untuk menangani perilaku kekerasan pada klien
Skizofrenia. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi perilaku kekerasan adalah dengan
pemberian psikofarmaka, psikoterapi dan modifikasi lingkungan. Psikofarmaka
yang diberikan pada klien perilaku kekerasan berupa pemberian obat anti
psikotik baik typical, atypical, maupun kombinasi typical dan
atypikal. Anti psikotikatipikal pekerja memblok efek dopamine dan
serotonin pada post sinapreseptor. Anti psikotikatypikal mengatasi gejala
positif maupun gejala negative Skizofrenia. Anti psikotikatypikal juga dapat
mengatasi gejala mood, perilaku kekerasan, perilaku bunuh diri, kesulitan dalam
sosialisasi, dan gangguan kognitif pada skizofrenia. Obat anti psikotiktypikal
adalah antagonis dopamin yang berfungsi untuk menurunkan gejala positif
Skizofrenia. Pemberian psikofarmaka baik typikal, atypikal, maupun kombinasi
kedua antipsikotik tersebut berfungsi menurunkan gejala perilaku kekerasan pada
klien Skizofrenia.
Pemberian Asuhan Keperawatan
Upaya yang dapat dilakukan oleh perawat untuk mengatasi perilaku kekerasan
pada klien skizofrenia adalah dengan pemberian asuhan keperawatan. Tindakan
keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi perilaku kekerasan dilakukan dengan
tiga cara berupa strategi preventif, strategi antisipasi, dan strategi
pengekangan. Strategi preventif dilakukan sebagai upaya untuk pencegahan
perilaku kekerasan, strategi antisipasi dilakukan untuk mencegah terulangnya
perilaku kekerasan dan strategi pengekangan adalah strategi yang dilakukan pada
fase akut gangguan jiwa.
Tindakan keperawatan berupa tindakan keperawatan ners dan tindakan ners spesialis. Tindakan ners pada Klien perilaku kekerasan berupa cara mengontrol dengan cara fisik, obat, sosial atau verbal, dan spiritual, dan Terapi Aktifitas Kelompok. Hasil penelitian pada penanganan klien perilaku kekerasan dengan tindakan ners yang dilakukan oleh Keliat & Akemat tahun 2010 menunjukan bahwa jumlah lama rawat menurun menjadi 23 hari. Selain tindakan ners, penanganan tindakan keperawatan juga dapat diberikan tindakan nersspesialis, tindakan ners spesialis berupa cognitivetherapy (CT), logotherapy, terapi realita dan psiko edukasi keluarga, behaviour therapy (BT), cognitive behaviour therapy, thougth stoping, assertive trainning, rational emotive behavior therapy/REBT, rational emotive behavior therapy dan CBT, terapi musik, progressive muscle relaxation (PMR). Terapi keluarga : psiko edukasi keluarga, triangle therapy. Terapi kelompok : supportive group therapy. Tindakan keperawatan ners spesialis tersebut sudah dilakukan penelitian di Indonesia, dan hasilnya menunjukan terjadi penurunan secara bermakna tanda gejala perilaku kekerasan, dan terjadi peningkatan kemampuan klien skizofrenia dalam mengontrol perilaku kekerasan. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi perilaku kekerasan tersebut termasuk ke dalam upaya prefentif dan antisipasi mencegah terulangnya perilaku kekerasan.
Upaya yang lebih penting dalam penanganan perilaku kekerasan adalah dengan
upaya promotif dan rehabilitatif, upaya tersebut jauh lebih rendah dari segi
pembiayaan, penanganan gangguan jiwa berbasis masyarakat juga lebih mudah dalam
penanganan karena semua masyarakat mendukung pencegahan terjadinya perilaku
kekerasan.
Penanganan pencegahan perilaku kekerasan di masyarakat membutuhkan kerjasama
dari semua pihak, baik pemerintah, swasta, rumah sakit, puskesmas dan
masyarakat. Penulis berharap aplikasi penanganan perilaku kekerasan dapat
dilakukan secara optimal sehingga dampak dampak yang diakibatkan dapat
diminimalisir.
Oleh : Heri Setiawan, Ns., M.Kep
Ketentuan Umum Pendaftaran Online